2013/06/23
PENDIDIKAN KRITIS dan HUMANIS
Abstraksi
Pendidikan secara sadar atau tidak sadar sudah
mengalami degradasi yang besar dari pemaknaan yang sesungguhnya, hingga saat
ini pendidikan masih di anggap biasa saja oleh sebagian orang, yang dalam
artian bahwa pendidikan dini ini sudah mulai bisa merambah kelas rakyat,
walaupun sebenarnya semua itu isinya adalah sebuah pembodohan secara terus
menerus di wariskan dari generasi ke generasi, mirisnya pendidikan sekarang
sudah jauh dari kata kelayakan, layak dalam arti mengajarkan tentang sebuah
kebenaran yang pasti atau obektif, dilema di era ini, semakin di tambah oleh
kurikulum yang sangat tidak cocok di terapkan di indonesia, pergantian
kurikulum yang tak beraturan, hingga pelaksanaan yang masih jauh dari harapan,
tak ayal lagi ini seperti pungguk yang merindukan bulan, berharap pendidikan
bagus dan baik, tapi terkendala oleh sistem dan tenaga pengajar yang jauh dari
kata kelayakan. Menarik jika di bahas, sebenarnya seperti apa pendidikan saat
ini, dan apa bentuk kelayakab pendidikan yang sebenarnya di impikan sejak era
Soekarno dulu.
Kata Kunci
Pendidikan, Metode, pemerintah. Ujian Nasional.
BAB I
Pendahuluan
Dewasa ini, sering kita melihat dan
mendengar di media elektronik dan media massa tentang beberapa masalah –
masalah pendidikan, betapa sangat memprihatinkan pendidikan terutama di
indonesia. Karena pendidikan di indonesia, sudah mengalami distorsi dan degradasi
moral yang sangat parah, apabila kita menyusup lebih dalam, sadar atau tidak
sadar, pendidikan sekarang hanya menciptakan manusia – manusia pekerja, bukan
menciptakan manusia yang berkarya dan menciptakan lapangan pekerjaan, lihat
saja kurikulum pendidikan yang baru, dalam salah satu slidenya, yang isinya
hanya menciptakan manusia pekerja, kemudian daripada itu pendidikan dihari ini
sudah banyak sekali mengalami komersialisai, yang saya maksud dengan
komersialisasi adalah masuknya prodak – prodak kapitalis yang mereka harapkan
akan membuat produk mereka di ingat, hasil penelitian dari buku Metode
Pendidikan Marxis Sosialis, mengatakan bahwa, prodak yang masuk ke ranah
pendidikan lebih diingat siswa di banding prodak yang ada diluar, betapa
hebatnya ramuan kapitalis dan individualis hingga membuat apatisnya siswa dan
mahasiswa terhadap realitas sosial ini memilukan memang, saat bangsa ini
sebenarnya sangat membutuhkan manusia – manusia yang revolusioner seperti Ir.
Soekarno yang membuat perubahan drastis yang membuat negara blok kapitalis
sempat terkejut di buatnya.
Selain dari permasalahan di atas, masih
ada lagi permasalahan yang urgent atau penting, yaitu tentang praktisi
pendidikan yang masih belum memenuhi kriteria, contohnya di daerah saya
sendiri, terutama di SMA saya, yaitu berkaitan dengan test seorang CPNS yang
dimana karena masih jarangnya peminat yang masuk sebagai guru, membuat calon
guru yang test tersebut tidak mempunyai saingan dan ini menyebabkan sang calon
masuk tanpa ada seleksi yang lebih ketat, ini adalah pertanyaan besar,
mungkinkah guru yang masuk tanpa ada saingan tersebut memenuhi kriteria dalam
perekrutan PNS karena pada kenyataan yang saya alami, guru tersebut tidak atau
kurang layak mengajar, realitasnya guru tersebut kalah dalam mempertahankan
argumentnya pada sang murid, sebenarnya bukan hanya guru saja, dosenpun ada
yang seperti itu, melakukan mitosisasi dalam pendidikan dan yang lebih parahnya
adalah membuat sistem belajar mengajar menjadi subjektifitas, contoh
kongkritnya menjadikan mahasiswa atau siswa itu objek dan guru atau dosen
sebagai subjek, ini sangat ironis sekali, mahasiswa atau siswa tidak di bukakan
jalan untuk berfikir bebas, serta mengungkapkan pendapatnya.
Tetapi hal yang lebih penting dalam
dunia pendidikan adalah terciptanya standarisasi kelulusan siswa ( ini terjadi
juga dalam lingkungan kampus ) yang jelas – jelas sangat merugikan siswa,
karena menurut saya pribadi Ujian Nasional dan Ujian Akhir Semester di kampus
sangat tidak masuk akal, karena harga kedatangan kita tidak berpengaruh dan
bahkan menurut saya pribadi tidak di hargai, bayangkan saja kita datang
kesekolah selama tiga (3) tahun atau berhari – hari dalam kampus hanya di
hargai beberapa jam saja di dalam kelas sewaktu ujian. Dimana letak keadilan
dan mencerdaskan yang sering kita dengungkan baik dalam pancasila maupun UUD
1945, saya rasa itu hanya omong kosong yang sengaja di ciptakan agar kita
terlena dari betapa tidak adil pendidikan dihari ini. Celakanya menurut saya
pribadi pendidikan dalam hal standarisasi kelulusan atau Ujian Nasional hanya
di pakai negara sebagai alat untuk memamerkan kepada negara kapitalis yang lain
ini loh standar kelulusanku, mana standar kelulusanmu, karena maksud
terselubung dari selalu menigkatnya standar Ujian nasional adalah untuk
memamerkan Sumber Daya Manusia indonesia, dengan harapan akan lakunya Sumber
Daya Manusia oleh negara – negara kapitalis.
Saat ini, Pendidikan sekarang sudah
seperti mayat yang setengah hidup, yang dulu sempat mati di zaman kerajaan
hindu budha, kemudian bangkit pasca reformasi, dan mati lagi saat orde baru,
kemudian setengah hidup di era reformasi, setengah hidup yang saya maksud
adalah tidak bisa melahirkan manusia – manusia yang berfikiran progresif, dan
kritis, malahan justru melahirkan manusia – manusia yang kapitalis
individualistik, yang hanya mementingkan diri sendiri lewat penumpukan harta
kekayaan, lewat korupsi yang merugikan negara berteriliyun rupiah, demi kantong
pribadi dan kesejahtraan keluarga, ini hal yang sangat memalukan, dan ini
adalah bukti dari pidato soekarno dulu “Perjuanganku mudah karena mengusir
bangsa penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena aka melawan bangsa
sendiri”. Hingga detik ini, berbagai macam cara dilakukan oleh negara untuk
bisa membunuh korupsi, mulai dari pembentukan Badan Pengawas Keuangan (BPK)
hingga pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Butuh sebuah gerakan yang sangat
revolusioner untuk bisa membuat sebuah perubahan yang besar di bidang
pendidikan, dimulai dari revolusi di bidang kurikulum hingga reformasi dalam
pengambilan kebijakan tentang pendidikan, sebenarnya secara eksplisit,
pemerintah sudah mencanangkan sebuah peraturan pemerintah yang menjamin
pendidikan gratis dalam Undang – undang tahun 2000 pasal 28 ayat 3 yang isinya
menjamin pendidikan bagi seluruh rakyat indonesia, dan juga sebenarnya jauh
hari sebelum itu sudah di tulis dalam Undang – undang dasar 1945 yang isinya
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, kata mencerdaskan adalah berarti mendidik, yang secara tidak langsung,
pemerintah mempunyai andil sangat besar dalam pendidikan bagi anak – anak
bangsa, walaupun sebenarnya pemerintah sendiri kurang serius dalam menangani
pendidikan, contoh seperti APBN yang hanya menganggarkan atau membudgetkan 20%
untuk pendidikan, mirisnya budget yang hanya 20% ini pun di potong, untuk
fasilitas bukan untuk memperbaiki pedagog – pedagog yang langsung mengajar pada
siswa.
Tak
dapat di pungkiri ini adalah kecacatan – kecacatan pemerintah yang terang –
terangan dan parahnya kita seperti sudah tidak peduli, makna pendidikan di sini
sudah sangat besar, mendidik itu berarti belajar, belajar itu berarti membaca,
bahkan ini juga sudah di amini juga oleh Al – Quran dalam ayat pertama surah
Iqro, apa lagi yang mau di dustakan dan dipungkiri dari realitas ini.
Rumusan Masalah
Dapat dirumuskan dari latar belakang di atas
beberapa rumusan masalah yaitu :
1.
Bagaimana
merubah pola pengajaran yang terlalu subjektivitas menjadi serba objektifitas
dan apa manfaatnya bagi peserta didik.
2.
Bagaimana menciptakan
generasi yang peka pada realitas sosial, kritis dan ilmiah.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
secara tepat tentang makna sebuah pendidikan yang sesungguhnya.
BAB II
Pembahasan
Pendidikan adalah hal yang urgent di
zaman ini, karena hanya di pendidikan yang layak dan kerakyatanlah, paham
mitosisasi, feodalistik dan kepentingan kapitalis itu selayaknya di buang, kenapa harus di buang, karena
mitosisasi, feodalistik dan kapitalistik hanya membuat peserta didik menjadi
bodoh, apatis, individualis, dan tak berilmiah, sedangkan pendidikan itu
sejatinya adalah suatu media yang akan memanusiakan manusia, melahirkan manusia
yang peka, kritis, dan berjiwakan nasionalisme, oleh karena itu pendidikan
bukan sebuah masalah yang bisa di buat main – main jika di istilahkan
pendidikan itu seperti proses pengkaderan di dalam sebuah organisasi demi untuk
kelanjutan organisasi (Regenerasi), jika proses pendidikan gagal membentuk
watak dan karakter peserta didik, maka hancurlah negara atau organisasi
tersebut.
Disini
saya akan mencoba menyebutkan bagaimanakah semestinya pendidikan itu, seperti
apakah pendidikan yang baik bagi indonesia nanti, sebab jika pendidikan model
seperti ini terus di lanjutkan, maka hanya akan menambah kesengsaraan bagi
negara dan rakyat khususnya, maka dari hal tersebut harapannya sistem model
pendidikan bisa menciptakan pendidik yang berkarakter cerdas,kritis dan
progresif, yaitu dengan sistem metode dialogis. Yang mana sistem metode
dialogis merupakan penyajian metode pembelajaran melalui penuturan lisan secara
langsung kepada peserta didik yang bersifat komunikatif. Maka tidak ada
kekuasaan yang membuat peserta didik menjadi seperti hewan, yang hanya bisa
menuruti keinginan guru. Dan juga terdidik dimatikan fikirannya dengan adanya stratifikasi
kekuasaan yang dipakai oleh guru, sehingga seringkali dalam sistem kelas atau
pembelajaran guru selalu yang diatas segala-galanya yang tidak bisa dibantah
satu katapun oleh pendidik. Maka sangat memprihatinkan sekali sistem yang
dikuasai oleh guru tersebut, tidak ada keselarasan hak dan fungsi dalam kelas
tersebut. Dan inilah kemudian yang dinamakan sebagai orang yang tidak
memanusiakan orang lain. Dengan semena-mena memakai kekuasaan derajat tersebut
dan tidak memprihatinkan terhadap kondisi murid yang sedang kekeringan ilmu
untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Maka sangat bobroklah metode
pendidikan tersebut.
Oleh karena itu, maka mengingat
perjuangan yang dideklarasikan oleh bapak pakar pendidikan yang ada di
indonesia waktu dulu yaitu bapak tan malaka yang menciptakan suatu metode yang
sangat bagus dan memanusiakan manusia yaitu mitode dialogis yang saya sebutkan
diatas. Sampai-sampai tan malaka mau menjadi guru di deli secara sukarela pada
1919 sampai 1921,dia memberikan pelajaran yang sangat mendidik bagi
pendidik,yaitu sistem pelajarannya yang selalu terbuka dan meniadakan ketidak
nyamanan pada pendidik di dalam kelas atau ruang belajar-pembelajaran. Sehingga
metode tersebut akan menciptakan suatu kesetaraan praktek dalam pendidikan, yang
mana untuk memberanikan diri dalam mengungkapkan uneg-uneg atau isi fikiran
pendidik dan menambah pengetahuan baru dalam diri masing-masing. Hal inilah
yang dinamakan dengan pendidikan yang berbasis mencerdaskan anak bangsa.
Dan yang ke dua adalah metode diskusi
kritis, yang di canangkan akan mampu, melepas ketidakpercayaan diri peserta
didik hingga akhirnya mampu melepaskan atau mengungkapkan pendapatnya ke depan
umum, bagaimana caranya, yaitu dengan melakukan diskusi intensif antara peserta
didik dan guru, yang dilakukan di dalam kelas setelah proses pembelajaran yang
dialogis, peserta didik kemudian di hadapkan sebuah masalah yang ada di dalam
masyarakat, dan berdiskusi tentang apa penyebab masalah tersebut, bagaimana
masalah tersebut bisa terjadi, dan apa solusi cerdas yang bisa menyelesaikan
permasalahan tersebut, jika kemudian cara memecahankan masalah tersebut
berhasil di dapat maka langkah selanjutnya adalah mencatat hasil dari solusi
masalah tersebut, dan yang terakhir adalah menerbitkan hasil solusi tersebut
dalam bentuk selebaran atau pamflet yang di sebar atau di tempel di setiap
tempat umum perkotaan atau desa yang bermasalah.
Substansi dari metode diskusi tersebut,
adalah menjadikan peserta didik kritis dan peka pada realitas sosial, peserta
didik bukan hanya berbicara omong kosong dan berargumen saja didalam kelas
seperti saat ini, tapi selalu ada output yang jelas bagi masyarakat dan peserta
didik, karena saat ini orang – orang yang terdidik sudah banyak yang bisa
berargument dan berteori dengan mudah, tapi jarang ada output atau perubahan
yang jelas di masyarakat, tentunya kita juga sudah bosan dengan banyaknya
dialog tokoh yang banyak disiarkan di televisi – televisi swasta atau diskusi –
diskusi kelas yang menurut saya sangat membosankan yang banyak membahas isu – isu terkini yang
ada dimasyarakat, tapi hingga sekarang apa bentuk dari hasil diskusi tersebut,
jarang sekali ada manifestasi yang nyata yang merubah masyarakat, oleh karena
itu yang ingin saya tekankan disini adalah bagaimana kita yang sekarang hanya
sebagai seorang teoritis tanpa keahlian manifestasi dan implementasi menjadi
orang teoritis yang mempunyai keahlian dalam manifestasi dan implementasi di
masyarakat, tak ayal lagi metode – metode ini penting bagi bangsa dan negara
saat ini.
Yang ketiga metode apa yang cocok untuk
menggantikan Ujian Nasional yang cacat secara kognitif dan psikomotorik,
menurut saya berkaca dari realitas yang ada hanya ada beberapa cara yang pas
untuk mengganti UN yaitu :
1.
Menghapus UN
secara total dan menyerahkan kelulusan kepada sekolah, contohnya, peserta didik
wajib masuk terus selama jam pelajaran dengan akumulasi ketidakhadiran di bawah
30% selama 1 semester, peserta didik selain hadir terus selama jam belajar maka
peserta juga wajib membuat tugas yang diberikan oleh guru sebagai tanda
kesungguhan peserta didik dalam menuntut ilmu di sekolah.
2.
Menurunkan beban
dan bobot persentase kelulusan menurut UN secara signifikan, dan lebih menekankan di nilai sekolah, contohnya jika UN
sekarang berpersentase kelulusan 60% maka di turunkan hingga tersisa 30% atau 40% saja dan sisanya di ambil oleh
sekolah yang bersangkutan.
Substansi dari point ke 1 dan 2, yaitu
UN yang dilaksanakan pemerintah, terbilang kurang logis, sebab mengaca dari UUD
pemerintah hanya wajib mencerdaskan, mencerdaskan di sini hanya bagaimana
seharusnya pemerintah ikut serta membantu peserta didik menjadi manusia –
manusia yang berkarakter lewat kurikulum dan tenaga pengajar yang tepat, jika
UN di adakan maka hanya akan membuat budaya curang lestari dan menjadi hal
biasa yang takutnya semakin meracuni peserta didik (Mengaca pada kecurangan UN
yang tertangkap media), selain itu mengingat masih banyaknya ketimpangan –
ketimpangan sekolah yang masih di rasakan dihari ini maka UN masih sangat tidak
pantas di laksanakan di indonesia.
BAB III
Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat di tarik sebuah
kesimpulan logis yang urgent, dimana pendidikan adalah sebuah cara yang
digunakan untuk membuat atau menciptakan generasi – generasi bangsa, yang akan
memegang tongkat estafet atau regenerasi bangsa yang sesungguhnya, generasi
tua, akan segera di resuffle oleh generasi muda, dan kemudian yang muda lah
yang akan unjuk gigi dan berkarya pada dunia dan indonesia, jika sistem
regenenerasi itu buruk maka dapat di pastikan indonesia sedang berada di ujung
tanduk dari kehancuran seperti sekarang, indikator jika pendidikan dihari ini
gagal adalah banyaknya kasus yang melanda termasuk seks bebas dan kasus
pengklaiman kesenian oleh negeri seberang, saran saya pemerintah seharusnya
sadar dari kebonekaan negara kapitalis, dan lebih memperhatikan pendidikan
serta realitas yang ada dan mencari solusi yang tepat untuk memecahkan masalah
(saya sarankan untuk menggunakan metode di atas) , jika perlu pemerintah tidak
hanya menggunakan 20% anggaran dana APBN kalau bisa di tambah berapa persen,
agar bangsa ini benar – benar di cerdaskan bukan dibodohkan.
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam, Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Soyomukti, Nurani,
Metode Pendidikan Marxis Sosialis. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012.
2013/05/31
PERAN PENDIDIKAN DALAM WAJAH POLITIK DI INDONESIA
Pendidikan adalah suatu hal yang sangat urgen di
zaman sekarang, yang dimana seperti apa yang dicetuskan oleh UU Sisdiknas : “pendidikan
adalah sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, alat mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya masyarakat
bangsa dan Negara”. Dari uraian di atas dapat di simpulkan betapa pentingnya
pendidikan bagi rakyat sekarang, karena selain mencerdaskan bangsa, pendidikan
juga berfungsi untuk membentengi bangsa dari arus imperialisme dan membangun
rasa nasionalis, akan tetapi jika kita melihat ke realitas sosial sekarang dimana kita dihadapkan dengan berbagai macam
masalah yang membuat sebagian masyarakat dan kaum intelektual mengusap dada, sebenarnya
apa yang terjadi, apa yang membuat bangsa ini begitu terpuruk, mengapa semakin
banyak siswa, mahasiswa, masyarakat yang apatis terhadap realitas social,
kehilangan jati diri, bahkan akhir – akhir ini rakyat Indonesia di gemparkan
dengan semakin maraknya kasus korupsi, dan yang lebih menyedihkan tindakan pidana
tersebut dilakukan oleh oknum – oknum dengan tingkat pendidikan yang tinggi, masalah
ini dipertegas dengan pernyataan darmaningtyas “ pendidikan sudah kehilangan
ruh – ruhnya ” seakan – akan pendidikan sekarang sudah kehilangan fungsi ideologisasi yang baik
untuk masyarakat, yang dimana kita semua tahu bahwa jika pendidikan kehilangan
ideologinya, maka yang terjadi adalah disorientasi dalam membangun masyarakat.
Dewasa ini seharusnya kita harus menyadari adanya
ketidaktepatan pengambilan kebijakan pemerintah dalam menetapkan standarisasi
kelulusan bagi siswa, selain karena banyak dampak buruknya bagi siswa dan masa
depan bangsa, seperti adanya kasus bunuh diri akibat dari tidak lulusnya sang
siswa, menjadikan kecurangan itu suatu hal yang halal di lakukan (secara tidak
langsung mengajari peserta didik) selain dari berbagai alasan di atas,
standarisasi ini juga tidak bisa dijadikan alat ukur dalam kemampuan dan keberhasilan
sekolah dari mendidik siswa dan siswinya selama belajar, karena sudah bukan
rahasia umum lagi jika saat mendekati UN maka akan terjadi berbagai kesibukan
negatif yang dilakukan pihak sekolah maupun dari pihak siswa, contohnya ada
siswa atau siswi yang mendatangi seorang dukun untuk meminta supaya lulus,
pihak sekolah yang membocorkan jawaban UN sehari sebelumnya atau di saat ujian,
dan kurang masuk akalnya jika hasil kerja keras selama 3 tahun atau lebih hanya
di tentukan dalam kurun waktu seminggu, apalagi jika sampai di samakannya bobot
soal, karena yang menjadi korban kelak bukan siswa atau siswi yang sekolah di
kota, melainkan siswa atau siswi yang sekolahnya berada jauh di pedalaman
dengan berbagai keterbatasnya dan selain itu masih belum tepatnya kebijakan
pemerintah dalam hal alokasi anggaran yang di turunkan, pemerintah hanya focus
pada fasilitas (Bantuan Operasional Sekolah) seperti gedung, dan alat belajar
mengajar, tapi apakah pemerintah pernah focus untuk memperbaiki kualitas
pengajar, dan kurikulum yang berbasis kekeritisan, nasionalis dan keaktifan
peserta didik.
Mungkin ada yang bertanya apa peran pendidikan dalam
wajah politik di Indonesia, sebelumnya saya akan jelaskan apa itu politik, jadi
politik menurut menurut Miriam budiardjo adalah “ilmu yang mempelajari politik,
politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik”, sedangkan menurut Andrew
Heywood : “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang betujuan untuk membuat,
mempertahankan dan mengamandemen peraturan – peraturan umum yang mengartur
kehidupannya” dari teori di atas sudah muncul pertanyaan, apakah mungkin suatu
bangsa akan bisa membuat dan mengamandemen peraturannya untuk mengatur
kehidupannya menjadi lebih baik,
jika yang membuat peraturan tersebut tidak memiliki pendidikan yang tinggi,
sedangkan dengan pendidikan yang tinggi saja masih banyak terjadi kejahatan
lewat sifat ingin memperkaya diri sendiri (korupsi) yang sudah jelas, jika hal ini terjadi yang paling sangat
dirugikan adalah masyarakat sendiri, contohnya adanya bangunan sekolah yang
rubuh hanya dalam beberapa tahun masa pakai, fasilitas umum yang tidak bisa
dinikmati secara maksimum oleh masyarakat, ini adalah sedikit contoh dari peran
pendidikan dalam wajah politik di indonesia, oleh karena itu ini adalah salah
satu peran dan tanggung jawab pemerintah apalagi pendidikan sejatinya sudah ada
dalam UUD 1945 “Mencerdaskan kehidupan bangsa” .
Seperti yang di uraikan di atas, betapa kompleksnya
ranah pendidikan saat ini, dengan berbagai macam permasalahan yang harusnya
jika memang pemerintah peka terhadap perkembangan siswa sekarang, maka paling
tidak ini akan membuat pemerintah sadar akan beberapa kekeliruannya, hingga
membuat pemerintah mencari atau menggunakan metode pendidikan yang tepat, untuk
menjawab tantangan zaman dan membangun jiwa jiwa yang kritis terhadap realitas
social, dan lepas dari dogma – dogma yang membodohi siswa sendiri, disini saya
akan sedikit uraikan bagaimana mewujudkan pendidikan yang akan membangun jiwa –
jiwa kritis, nasionalis, dan keaktifan, tanpa mengesampingkan agama sebagai
pijakan atau pedoman hidup bagi rakyat Indonesia sendiri.
Sejatinya
pendidikan saat ini, sudah jauh melenceng dari cita – cita bapak proklamator
kita sendiri, yaitu sebagai alat untuk membentengi bangsa dari arus
imperialisme, dan membangun rasa cinta tanah air, lihat saja saat kasus
pengklaiman reog ponorogo, angklung dan batik, sekiranya ini adalah bukti dari
keterlenanaan bangsa ini terhadap warisan budaya sendiri, anak muda sekarang
justru sibuk dengan budaya – budaya luar negeri yang berhasil di propagandakan
lewat media massa, dan teknologi, bukannya terlalu fanatik dan ingin langsung
menutupi diri dari pengaruh luar, tapi bukankah kita mempunyai filter, mana
yang baik dan buruk, mempelajari budaya orang boleh, tapi tidak sepantasnya
bagi kita untuk langsung meninggalkan budaya sendiri.
Sebaiknya
kita harus kembali mengenang kembali kalimat Soekarno “Jangan sekali – kali
melupakan sejarah
(Jasmerah)”, ya sepertinya
itu ungkapan yang tepat untuk bisa memberikan kita sedikit kecerahan, membuat
kita sedikit flashback ke sejarah sebelum terbentuknya Indonesia, saat seorang
tokoh terkenal lahir di tanah Panda Gadang, Kecamatan Suliki, kabupaten
Limopuluh Koto, payakumbuh, Sumatera Barat. Ya dialah Tan Malaka seorang tokoh
Marxis Indonesia dan juga muslim yang taat yang tentunya tidak totalitas Marxis
karena dia meletakkan Marxisme sebagai sebuah praksis revolusioner melawan
imperialisme, bukan sebagai alat menyerang agama, karena Tan Malaka dalam
Madilognya menyadari bahwa Indonesia mayoritas masyarakatnya adalah muslim,
untuk itu Tan Malaka mengkontekstualisasikan Marxisme ke dalam kondisi Indonesia saat ini, bahkan dengan sangat tegas Tan Malaka Mengatakan :
Menelan
saja semua putusan yang di ambil pemikir revolusi di Russia tahun 1917 ataupun
oleh Marx pada pertengahan abad ke 19 dan melaksanakan keputusan Marx dan
Lennin di tempat dan pada tempo berlainan itu di Indonesia ini dengan tiada
mengupas, menguji, dan menimbang keadaan di Indonesia sendiri, berarti
membebek, membeo, meniru – niru. Marxisme bukannya kaji hafalan “dogma,
melainkan petunjuk untuk aksi revolusioner”. Semua bukti revolusi Indonesia dan
kesimpulan yang menentukan siasat revolusi Indonesia mesti di timbang
sendirinya satu per satu menurut nilainya masing – masing.
Dari apa yang di jelaskan di atas, secara
kontekstual Tan Malaka bukanlah seorang pemikir marxis konservatif yang berbahaya,
seperti apa yang di gembar - gemborkan oleh orde baru saat itu, dengan melarang
pemikiran dan buku – buku Tan Malaka yang di anggap Marxis, secara implisit
menurut Tan Malaka pendidikan memiliki dua fungsi. Yang pertama sebagai instrument
menumbuhkan kesadaran sosial, selain meningkatkan kesadaran kognitif,
pendidikan idealnya mendekatkan manusia pada dimensi realitas yang kemudian
direfleksikan secara kritis dan melahirkan kesadaran sosial, Marx berkata
“Keadilan sosial menentukan kesadaran sosial”, yang kedua sebagai instrument
transformasi, pen didikan idealnya
menjadi transformasi manusia menuju suatu perubahan yang lebih baik lagi.
Realitas social tidak hanya di terjemahkan secara kognitif, tetapi sebagai
bentuk aksi. Sebab, pendidikan bukan semata memproduksi pengetahuan ini juga
sejalan dengan pemikiran Paulo freire yaitu “proses pendidikan membangkitkan kesadaran dalam diri manusia
sebagai subjek aktif sehingga dapat memainkan peranannya di dunia realitas
(mazhab pendidikan kritis)”.
Namun hal yang harus di ingat tujuan
pendidikan Tan Malaka bukan semata – mata melakukan praktik doktrinisasi
ideology Marxisme, melainkan sebagai instrument untuk bagaimana bangsa
Indonesia dapat mempertahankan haknya untuk melawan praktik Imperialisme dan
Kapitalisme yang hakikatnya sudah terjadi di Indonesia, seperti lebih
mementingkan kognitif siswa siswi dengan cara pemberian tugas sekolah (dimensi
makro), yang ternyata hal ini membuat peserta didik tercabut dari akar
realitasnya, adanya dikotomi – dikotomi pendidikan seperti sekolah favorite dan
sekolah non favorite (kapitalisme pendidikan), hal ini berbeda jauh dari apa
yang di harapkan dari bapak pendidikan indonesia dengan mazhab kritisnya, yang
sangat menentang pendidikan kontemporer yang kapitalis, bagi Tan Malaka
“pendidikan tidak cukup memberikan modal hidup saja. Pendidikan khususnya
sekolah bukanlah menciptakan penjara bagi kita sendiri”. Dampak lebih jauh jika
model pendidikan seperti itu di lanjutkan maka pendidikan hanya akan melahirkan
manusia – manusia individualis.
Dan
di dalam dimensi mikro yaitu praktik pembelajaran, Tan Malaka mempunyai suatu
terobosan baru yang revolusioner yaitu dengan menganalisis faktor – faktor
lingkungan, kesiapan belajar, signifikasi pendidikan bagi individu, prosedur
pembelajaran, teknik pembelajaran yang tepat, dan pengaruh pembelajaran secara
psikologis maupun sosiologis bagi peserta didik, dengan mengetahui semua itu di
harapkan guru dan sekolah dapat menyesuaikan proses belajar dan mengajar, bagi
Tan malaka sendiri peserta didik adalah manusia yang berfikir dan memiliki
potensi melakukan perubahan social, oleh karena itu pendidikan sepatutnya
mengasah proses berfikir peserta didik agar berfikir kritis transformatife, dan
dapat memahami realitas social sekarang, seyogyanya proses belajar dan mengajar
haruslah bersifat sosialistis, empatif, stimulatif, motivatif, demokratis dan
progresif, agar terciptanya kondisi belajar yang nyaman dan mempunyai manfaat
yang besar terhadap peserta didik, seorang guru tidaklah selalu aktif dan
mendominasi kelas, melainkan peserta didiklah yang mendominasi dan aktif di
kelas, guru hanya instrument penengah dan sebagai stimulatif bagi peserta
didik.
Menurut
Tan Malaka sendiri, ada empat kategori utama dalam proses pembelajaran yang
dulu sempat di terapkan. Pertama.
Metode dialogis, yaitu metode pembelajaran melalui penuturan lisan secara
langsung bagi peserta didik, agar tercipta suasanya yang komunikatif, dan tidak
membosankan, karena dalam metode dialogis, sifat pembelajaran di lakukan dalam
model dua arah (guru dan peserta didik aktif) bukan seperti ceramah, yang
bersifat satu arah, yang menurut Tan Malaka sendiri tidak akan membuat peserta
didik cerdas, justru sebaliknya membuat peserta didik menjadi bodoh. Kedua. Metode “Jembatan keledai”, yaitu
metode yang menekankan proses berfikir dan pemahaman, bukan menekankan hafalan,
karena hafal belum tentu paham, tapu paham sudah pasti hafal, selain itu dalam
konsep tersebut berlaku “guru tidak membatasi peserta didiknya melaikan lebih
sebagai fasilitator dan peserta didik menjadi subjek yang aktif” jembatan
keledai berarti proses memerdekakan peserta didik dari dogma – dogma pdan
keformalan proses dialog. Ketiga. Metode
diskusi kritis, yaitu suatu metode yang pada proses pembelajarannya peserta
didik di hadapi suatu masalah dan mencari pemecahannya lewat diskusi, lewat
diskusi kritis inilah di harapkan peserta didik menemukan kepercayaan dirinya
untuk berani mengungkapkan pendapat. Dan terakhir. Keempat. Metode sosiodrama, yaitu suatu metode dengan pembelajaran
bermain peran guna memberikan pemahaman dan penghayatan peserta didik terhadap
masalah – masalah social, dan memecahkan masalah, selain itu dengan sosiodrama
di harapkan akan terciptanya relasi yang baik antara guru dengan peserta didik,
hingga tidak menimbulkan kecanggungan pada saat berada di kelas.
Dari
pembahasan di atas dapat kita simpulkan betapa besarnya pengaruh pendidikan
bagi suatu bangsa dan peradaban, lihat saja orang – orang filosofis yang
mengungkapkan berbagai macam teori yang berhasil merubah wajah dunia, seperti
Hegel, Marx, Paulo Freire, Tan Malaka, Soekarno, Hatta, dan lain – lainnya
merupakan salah satu contoh, pentingnya sebuah pendidikan yang lepas dari dogma
– dogma dan juga dari pendidikan subjektif, penjelasan saya dari refleksi kita
tentang sejarah, realitas dan dimensi makro dan mikro tadi, saya harap bisa sedikit
membuka mata pembaca, dan tidak memandang buruk seorang patriot Marxis
Indonesia, karena konsep pendidikan yang di gagasnya bukanlah suatu hal yang
buruk, melainkan sebuah konsep revolusioner yang dapat membuat wajah politik,
social masyarakat Indonesia berubah, dan juga sebagai bahan renungan kita dan
pemerintah untuk kembali mengkaji pemikiran Tan Malaka, dan pemikiran –
pemikiran Marxis, karena saya rasa hancur dan dianggap tabunya ideologi Marxis
karena adanya benturan ideologi dan kepentingan yang terjadi baik di dalam dan
di luar Indonesia dari awal perang dunia ke dua hingga sekarang, paling tidak
konsep di atas dapat memberikan kita sebuah pencerahan bagi kita semua berkaitan
dengan peran pendidikan dalam wajah politik di Indonesia.
Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam, Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Syaifudin, Tan Malaka. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012.
F, Danuwinata, Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta :
Pustaka LP3ES
Soyomukti, Nurani, Metode Pendidikan Marxis Sosialis.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012.
2013/01/20
Cara Membuat Pesan Selamat Datang Di Blog
Untuk membuat pesan selamat datang di blog, hal yang harus di lakukan yaitu :
- Login ke blog shobat
- Klik template
- Klik edit HTML, kemudian pilih Edit HTML
- Centang Expand Template Widget
- Kemudian cari kode <head> *(Untuk mempermudah pencarian, gunakan CTRL + F)
- Copy kode, dan Paste kode tersebut di atas kode <head>
- <SCRIPT language='JavaScript'>alert("Selamat Datang");</SCRIPT>
- Klik Save, dan klik juga Pratinjau
Note : kata berwarna biru bisa di ganti sesuai keinginan
sobat.
Simpel Kan.
Langganan:
Postingan (Atom)